Senin, 17 Oktober 2011

Tatalaksana Sinusitis

PENATALAKSANAAN SINUSITIS

Dr. Asad, Sp.THT-KL


I. Pengertian Sinusitis

Sinusitis adalah inflamasi atau peradangan pada mukosa sinus paranasal. Sinus paranasal merupakan rongga-rongga yang berisi udara terletak di sekitar rongga hidung, sinus-sinus ini dilapisi membran mukosa berupa epitel torak bertingkat semu bersilia dan sel-sel goblet. Sel-sel goblet dan kelenjar seromukosa di tunika propia memproduksi palut lendir (mucous blanket)yang menyelimuti seluruh mukosa. Sinus maksila yang normal akan memperbaharui palut lendir setiap 20-30 menit. Sistem mukosilier terdiri dari gabungan epitel bersilia dan palut lendir, fungsinya untuk proteksi dan kelembaban udara inspirasi. Debu dan patogen yang melekat pada palut lendir ini, akan terpapar pada sel mast, lekosit PMN, eosinofil, lisozim, imunologlobulin G dan interferon. Palut lendir ini akan didorong oleh silia menuju ostium alami. Vaskularisasi sinus berasal dari a. Karotis interna dan ekterna. Sistem vena dan limfatiknya melalui ostium sinus bergabung dengan sisitem vena dan sistem limfatik kavum nasi. Peradangan atau kondisi alergi pada kavum nasi dimana terjadi kongesti vena atau limfatik akan menyebabkan kongesti sinus sehingga terjadi kegagalan drainase moucus. Sinus paranasal berjumlah empat pasang yaitu :
  1. Sinus frontalis.
  2. Sinus ethmoidalis anterior dan posterior
  3. Sinus maksilaris.
  4. Sinus sphenoidalis.
Sinus paranasal dibagi dalam dua kelompok yaitu grup anterior dan grup posterior. Grup anterior terdiri dari sinus frontalis, sinus maksilaris dan sinus ethmoidalis anterior, sedangkan grup posterior terdiri dari sinus ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis. Sinus grup anterior bermuara di meatus media dan sinus grup posterior bermuara di meatus superior. Di meatus media terdapat celah-celah sempit yang mudah mengalami penyumbatan, daerah tersebut disebut komplek osteo-meatal yung terdiri dari resesus frontal, infundibulum dan bulaetmoid.


II. Klasifikasi Sinusitis


Sinusistis dibagi emapat katagori yaitu sinusistis akut, subakut, kronis dan berulang. Bila sinusitis berlangsung kurang dari 4 minggu, disebut sinusitis akut. Bila berlangsung lebih dari 4 minggu, tetapi kurang dari 12 minggu disebut sinusitis subakut. Kalau gejala berlangsung lebih dari 12 minggu disebut sinusitis kronik. Bila sinusitis akut kambuh 4kali  atau lebih dalam setahun disebut sinusitis berulang.
Kalau dilihat dari gejalanya, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusutis subakut, bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversibel dan disebut sinusitis kronik, bila perubahan histologik mukosa sinus sudah ireversibel, mesalnya sudah berubah menjadi jaringan granulasi.

III. Patofisiologi Sinusitis


Proses terjadinya sinusitis diawali oleh adanya oklusi atau penyumbatan ostium sinus yang akan menghambat ventilasi dan drainase sinus sehingga terjadi penumpukan sekret dan mengakibatkan penurunan oksigenisasi serta tekanan udara di rongga sinus. Penurunan oksigenisasi sinus akan menyuburkan pertumbuhan bakteri anaerob.Tekanan dalam rongga sinus yang menurun pada akan menimbulkan rasa nyeri di daerah sinus yang terkena sinusitis. Karena ventilasi terganggu, PH dalam sinus akan menurun dan hal ini akan menyebabkan silia menjadi hipoaktif dan mukus yang diproduksi menjadi lebih kental. Bila sumbatan berlanjut akan terjadi hipoksia dan retensi mukus  yang merupakan kondisi ideal untuk tumbuhnya kuman patogen. Infeksi dan toksin bakteri selanjutnya akan mengganggu fungsi mukosa karena menimbulkan inflamasi pada lamina propia dan mukosa menjadi bertambah tebal yang kemudian memperberat  terjadinya oklusi, sehingga terjadi semacam lingkaran setan.

Sinus grup anterior lebih sering terkena sinusitis karena di meatus media terdapat celah-celah sempit yang mudah mengalami penyumbatan, daerah tersebut disebut komplek osteomeatal yung terdiri dari resesus frontal, infundibulum dan bulaetmoid. Permukaan mukosa di daerah osteomeatal komplek berdekatan satu sama lain, bila terjadi edema maka mukosa yang berhadapan pada daerah sempit ini akan menempel erat atau kontak sesamanya sehingga silia tidak dapat bergerak dan mukus tidak dapat dialirkan dan pada saat yang bersamaan dapat terjadi edeme serta oklusi ostium sinus grup anterior yang merupakan awal dari proses terjadinya sinusitis. Khusus untuk sinus maksilaris dasarnya berbatasan dengan akar gigi premolar I sampai molar III atas dan bila terjadi infeksi pada gigi tersebut dapat menyebar ke sinus maksila dan biasanya unilateral.
Beberapa faktor yang mempengaruhi berkembangnya sinusitis :
  1. Alergi
  2. Varian anatomi
  3. Infeksi
  4. Tumor nasal
  5. Polip
  6. Defisiensi immun
  7. Kelainan mukosiliar
  8. Iritasi polusi udara
  9. Trauma maxilofacial
Beberapa kuman yang sering ditemukan pada pasien sinusitis,

  1. Sinusitis akut dan sinusitis berulang :
-          Streptococcus pneumoniae
-          Moraxella catarrhalis
-          Haemophilus influenzae
-          Staphylococcus aureus

  1. Sinusitis kronis :
-          Staphylococcus aureus
-          Streptococcus pneumonia
-          Haemophilus influenzae
-          Pseudomonas aeruginosa
-          Peptostreptococcus Sp
-          Aspergilus Sp
 

IV.  Pengelolaan


1.      Sinusitis akut

Gejala subjektif

Terdapat gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu; gejala lokal pada hidung         terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Hidung tersumbat, gangguan penciuman, rasa nyeri di daerah sinus yang terkena, kadang-kadang dirasakan di tempat lain karena nyeri alih. Pada sinusitis maksila nyeri di bawah kelopak mata dan kadang-kadang menybar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga.
Pada sinusitis etmoid rasa nyeri dirasakan di pangkal hidung , kantus medius, bola mata atau di belakangnya, dan nyeri bertambah bila mata digerakan. Nyeri alih dirasakan di pelipis.
Pada sinusitis frontal rasanyeri terlokalisir di dahi atau dirasakan di seluruh kepala.
Pada sinusitis sfenoid rasa nyeri di verteks, oksipital, di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Gejala pada sinusitis akut biasanya didahului pilek yang tidak sembuh dalam waktu lebih dari 5 – 7 hari. Bisa juga disertai batuk terutama pada malam hari.

Gejala obyektif

Pada sinusitis akut tampak pembengkakan di daerah muka. Pada sinusitis maksila pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis etmoid jarang ada pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior mukosa konka tampak hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitia etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan radiologik posisi waters, PA dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.

 

Pemeriksaan mikrobiologik

Pada pemeriksaan mikrobiologik dari sekret di rongga hidungterutama dari meatus media atau superior ditemukan bakteri flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti pneumococcus, Streptococcus, Stafilococcus dan hemophilus influenza.

 

Terapi

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik selama 10-14 hari. Beberapa antibiotik yang direkomendasikan untuk sinusitis akut adalah Amoxicillin, Amoxicillin-clavulanate, cefpodoxime proxetil dan cefuroxim, Trimethoprim-sulfamethoxazole, clarithromycin dan Azithomycin.       
Jika obat-obatan garis depan tersebut di atas mengalami kegagalan dan kurang memberikan respon dalam waktu 72 jam pada terapi awal, maka pemberian antibiotik dengan spektrum lebih luas bisa dipertimbangkan. Ini termasuk fluoroquinolone generasi lebih baru, gatifloxacin, moxifloxacin dan lefofloxaci.
Selain antibiotik dapat diberikan decongestan untuk memperlancar drainase sinus, analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri dan mukolitik untuk mengurangi kekentalan mukus. Bila ada rinitis alergi dapat diberikan antihistamin. Pemberian kortikosteroid tidak direomendasikan pada sinusitis akut.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila ada komplikasi ke orbita atau intrakranial; atau ada nyeri yang hebat karena ada sekret yang tertahan oleh sumbatan.

2.      Sinusitis subakut
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut, hanya tanda-tanda radang akutnya (demam, sakit kepala, nyeri tekan) sudah reda.
Pada rinoscopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan transluminasi tampak sinus yang sakit suram atau gelap. Terapinya diberikan antibiotik bersepektrum luas, atau sesuai tes resistensi kuman, selama 10 – 14 hari. Juga diberikan dkongestan, analgetik, mukolitik dan antihistamin bila ada alergi.
Dapat juga dilakukan tindakan diatermi dengan sinar gelombang pendek, sebanyak 5 sampai 6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus.
Tindakan intranasal lain yang mungkin perlu dilakukan antara lain operasi koreksi septum bila terdapat devisiasi sevtum, pengangkatan polip dan konkotomi bila ada hipertofi konka. Prinsipnya supaya drainase sekret menjai lancar.

3.      Sinusitis kronik
Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam beberapa aspek, umumnya sukar sembuh dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya.
Gejala subjektif
Gejala subjektif bervariasi, dari ringan sampai berat :
-          gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan nasofaring
-          gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman di tenggorok
-          gejala telinga, berupa pendengaran terganggu, oleh karena      tersumbatnya tuba Eustachius
-          nyeri kepala
-          gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso-   lakrimalis
-          gejala saluran napas berupa batuk, dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru, berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis
-          gejala di saluran cerna, oleh karena mucopus yang tertelan. Dapt terjadi gastroenteritis.

Kadang-kadang gejala sangat ringan, hanya terdapat sekret di nasofaring yang menggangu pasien. Sekret di nasofaring (post nasal drip) yang terus menerus akan mengakibatkan batuk kronik.
Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya pada pagi hari, dan akan berkurang atau menghilang setelah siang hari.

Gejala objektif

Pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan muka. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.
Pemeriksaan mikrobiologik
Biasanya merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, yaitu kumam aerob dan kuman anaerob.
Pemeriksaan penunjang berupa trasluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila, pemeriksaan histologik dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi, pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso-endoskopi dan pemeriksaan CT Scan.

Terapi

Terapi medis harus melibatkan antibiotik dengan spektrum luas, dan steroid itranasal topikal untuk mengobati komponen inflamasi yang kuat dari         penyakit ini. Antibiotik yang menjadi pilihan diantaranya amoxicillin-clavulanate, Clindamycin, Cefpodoksime proxetil, cefuroxime, gativloxacin, moxifloxacin, dan levofloxacin. Juga diberikan dekongestan, mukolitik dan antihistamin bila ada rinitis alergi dan dapat juga dibantu dengan diatermi. Berbeda dengan sinusitis akut yang biasanya segera senbuh dengan pengobatan yang tepat, penyakit sinusitis kronis atau sinusitis akut berulang sering kali sulit disembuhkan dengan pengobatan konservatif biasa.
Dahulu, bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan operasi radikal pada sinus yang terkena antara lain etmoidektomi intra nasal, yang merupakan operasi yang berbahaya karena dilakukan secara membuta, dan banyak komplikasi berbahaya karena sinus etmoid terletak di midfasial yang berhubungan dengan struktur-struktur penting seperti orbita, otak, sinus kavernosus dan kelenjar hipofisis.
Berdasarkan penemuan baru dari Messerklinger mengenai patofisiologi sinusitis disertai bantuan pemeriksaan radiologi canggih yaitu CT scan, maka teknik operasi lama ditinggalkan dan dikembangkan teknik baru yaitu Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) atau lebih dikenal dengan Fungsional Endoscopic Sinus urgery (FESS).
Perinsip BSEF ialah membuka dan membersihkan KOM ini sehingga nantinya tidak ada lagi hambatan ventilasi dan drainase. Keuntungan BSEF ialah tindakan ini biasanya sudah cukup untuk menyembuhkan kelainan sinus yang berat-berat sehingga tidak perlu tindakan radikal.

V. Komplikasi


Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akuat atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut.
Komplikasi yang dapat terjadi ialah :
  1. Osteomielitis dan abses subperiostal
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan sinus maksila.
  1. Kelainan orbita
Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainannya dapat berupa edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
  1. Kelainan itrakranial
Meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus.
  1. Kelainan paru
Bronkitis kronis, bronkietasis dan dapat juga timbul asma bronckial.
      
      

                                                        
 
Daftar Pustaka

1.      Boies L.R, Adams G.L, Hilger P.A, Fundamental of Otolaryngology, A text book of Ear, Nose and Thoat Disease, 6th ed, 1989, W.B Saunders Co. Philadelphia, pp. 249-272.
2.      Bolger W.E, Kennedy D.W, Zinreich S.J, Disease of  the Sinuses Diagnosis and Management, 2001, Deker B.C Inc. London, pp.1-28, 149-178.
3.      Soepardi E.A, Iskandar N, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Edisi 3, 1997, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, hal. 121-126.
4.      McCaffrey T.V, Knoops J.L, Kem E.B, Physiology Clinical Applications, The Ontologic Clinics of North America, Inflammatory Disease of the Sinuses, 1993, W.B Sounders Company, pp. 517-533.
5.      _____________, Kumpulan makalah Kursus Bedah Sinus Endoskopi Fungsional, 1999, Perhimpunan Ahli Telinga Hidung Tenggorok Indonesia, Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan FKUI RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Bagian THT FKUI, Departement of  Otorhinolaryngology Faculti of Medicine Universiti Kebangsaan Malaysia.























Tidak ada komentar:

Posting Komentar